Minggu, 08 Desember 2013

Millicent Wiranto




Profil Millicent Wiranto
[Oleh: Erlin T. Wulandari ]

     Membicarakan mengenai olahraga bulutangkis memang tidak akan ada habisnya. Banyak sekelumit kisah di dalamnya yang menarik untuk dikulik. Mulai dari kejutan-kejutan yang terjadi di lapangan, hingga kehidupan pribadi sang aktor lapangan pun menjadi begitu menarik untuk dikulik.

   Tulisan saya kali ini ingin membahas mengenai seorang pebulutangkis muda berbakat yang memiliki paras menawan asal Indonesia bernama Millicent Wiranto. Apa yang membuat saya menarik untuk mengenal sosok Millicent Wiranto lebih dalam? Jawabannya adalah, pebulutangkis yang kerap disapa Milli ini justru memilih untuk berlatih di negeri jiran Malaysia. Tetapi meskipun demikian, Milli tetap dengan bangga mengenakan nama Indonesia di jerseynya.

      Seperti beberapa tulisan saya sebelumnya, perkenalan saya terhadap Millicent berlangsung melalui bantuan social media. Aplikasi smartphone bertajuk LINE lah yang membuat saya dapat berinteraksi langsung dengan seorang Millicent Wiranto

     Lahir di Medan pada tanggal 29 May 1993, Milli kecil dulunya adalah seorang balerina. Perkenalannya dengan dunia bulutangkis bermula ketika ia sering melihat dan menemani sang kakak yang mengikuti pelatihan bulutangkis di kota kelahirannya Medan, Sumatera Utara. Hal itulah yang kemudian membuat Milli juga tertarik untuk bermain bulutangkis.

     Milli kecil pun bergabung di klub bulutangkis di sekolahnya. Lama berlatih disana, keseriusan Milli untuk terjun di dunia bulutangkis pun kian terlihat. Dan hal itulah yang mendorong Milli untuk merantau ke Jakarta. Ya, ketika berumur 12 tahun, Milli terbang ke Jakarta dan berlabuh ke klub bulutangkis yang telah berhasil mencetak juara dunia seperti Liliyana Natsir bernama PB. Tangkas.

     Disana lah permainan Milli semakin matang, lama berlatih disana prestasi Milli pun kian terlihat. Hingga pada tahun 2011, nama Millicent Wiranto tercatat sebagai salah satu atlet yang menghuni Pelatnas Cipayung, Jakarta Timur.

     Namun sayangnya tak lama di Pelatnas, di akhir taun 2012 Milli keluar dari Pelatnas dan kembali berlatih ke klubnya. Nah, ketika Milli berlatih di Pelatnas ia dilatih oleh seorang coach asal China bernama Li Mao. Sama halnya dengan Milli, coach Li Mao pun juga keluar dari Pelatnas. Coach bertangan dingin itu kemudian melatih sebuah klub bulutangkis di negeri Jiran Malaysia. Coach Li Mao lah yang kemudian mengajak Milli untuk bergabung bersamanya di Kawasaki Badminton Club atau yang disebut KBC.
Ditanya mengenai perbedaan berlatih di klub Malaysia dan Indonesia Milli menjawab

“Ya sama aja bedanya ya di pelatih aja setiap pelatih kan beda-beda cara ngelatih nya” tuturnya

     Selama 11 bulan berlatih di Malaysia, Millie tetap membawa nama Indonesia di setiap turnamen yang ia ikuti. Kecintaannya terhadap bumi pertiwi yang membuatnya kekeuh mencantumkan nama Indonesia di jersey nya. Milli menceritakan, selama ini belum pernah ada tawaran untuk bergabung memperkuat tim Malaysia. Namun ia menambahkan, meskipun nantinya ada tawaran untuk itu Milli tidak akan menerimanya. Karena ia masih ingin membawa harum nama Indonesia di kancah internasional. Ditanya mengenai harapan untuk kariernya ke depan Milli menuturkan

“Yang pasti ingin jadi  juara di kejuaraan besar dan Olympic  dan tentunya saya ingin bisa membanggakan nama Indonesia”

     Di tengah mulai pudarnya rasa nasionalisme pemuda dan pemudi tanah air, ternyata masih ada sosok seperti Millicent Wiranto yang masih begitu mencintai tanah airnya. Padahal sudah menjadi rahasia umum kalau banyak atlet-atlet bulutangkis Indonesia yang memilih berpindah kewarganegaraan dan memperkuat tim negeri orang karena berbagai pertimbangan, yang salah satunya adalah jaminan akan kehidupan yang lebih baik.

     Ya semoga saja, semua atlet-atlet Indonesia tanpa terkecuali dapat memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Agar kecintaannya terhadap tanah air tak pudar hanya dengan iming-iming rupiah.
Sekian #SalamRaket dan Dukung Terus Perbulutangkisan Tanah Air.
Jangan lupa kunjungi akun wordpress saya di www.seputarbulutangkis.wordpress.com


Senin, 02 Desember 2013

Gregoria Mariska: Berprestasi di Usia Muda



Oleh:
[Erlin T. Wulandari]

Hari ini, perhelatan akbar Kejurnas Bulutangkis 2013 memasuki hari terakhir. Turnamen yang digelar di Pulau Dewata, Bali ini menampilkan berbagai kejutan. Banyak atlet-atlet yang diunggulkan justru tersingkir di babak awal. Namun nasib tak mujur mereka rupanya tidak berlaku untuk atlet berparas cantik asal PB. Mutiara Bandung bernama Gregoria Mariska.

Jorji yang biasanya turun di level remaja selama keikutsertaannya di turnamen Djarum Sirkuit Nasional harus naik satu level ke tingkat taruna. Tentu lawan-lawan yang akan dihadapi gadis penggemar Coboy Junior ini lebih sulit.

Di babak perempat final, Jorji harus menghadapi Berlian Sudrajat, sempat unggul di set pertama, Jorji gagal mempertahankan kemenangannya di set kedua. Berlian pun memaksa untuk bermain rubber game, dengan perolehan angka yang ketat, akhirnya Jorji berhasil memperoleh satu tiket ke semifinal setelah berhasil menekuk Berlian dengan skor akhir 21-19 15-21 21-18.

Sedangkan di babak semifinal, Jorji harus menghadapi Intan Dwi Jayanti, pemain PB. Djarum yang juga memperkuat tim Indonesia di pergelaran World Junior Championships. Intan tentu bukan lawan yang mudah bagi Jorji, usia Intan yang jauh lebih tua dengannya tentu membuat jam terbang Intan lebih banyak. Jorji harus mengakui keunggulan Intan di set pertama dengan skor 19-21. Namun kerja keras dan keuletannya membuat Jorji berhasil melumpuhkan perlawanan Intan dan berhasil menutup pertandingan dengan skor akhir 19-21 21-16 21-7. Satu tiket final pun sudah dikantonginya.

Di babak final yang digelar hari Sabtu 30 Desember lalu, Jorji harus menghadapi Arinda Sari Sinaga yang juga merupakan atlet binaan PB. Djarum sama seperti lawan Jorji sebelumnya Intan Dwi Jayanti. Berhadapan dengan atlet yang 4 tahun lebih tua dengannya tentu membuat langkah Jorji menuju podium juara terasa lebih berat. Namun lagi-lagi, atlet yang sering dijuluki ratu sirnas ini kembali menunjukan permainannya yang begitu memukau. Akurasi pukulan, kerja keras, dan ketenangan dalam bertanding membuat Jorji berhasil menorehkan prestasi gemilang dalam ajang Kejurnas 2013 ini. Ya, Gregoria Mariska berhasil menjadi juara di nomor tunggal putri kategori taruna setelah berhasil menekuk Arinda Sari Sinaga dengan skor akhir 15-21 21-18 21-13.

Dengan prestasi yang ia ukir sepanjang tahun ini, tak berlebihan rasanya memberi julukan padanya si “anak ajaib”. Semoga Jorji mampu mempertahankan segala prestasi yang ditorehkannya, bahkan menjadi lebih dan lebih baik lagi. Selamat atas keberhasilannya Gregoria Mariska, Indonesia menunggu prestasimu di kancah Internasional. #SalamRaket

Kamis, 28 November 2013

Anggia Shitta Awanda: Sosok Atlet yang Dekat dengan Keluarga




Anggia Shitta Awanda merupakan salah satu pebulutangkis muda terbaik Indonesia yang kini bermain di nomor ganda. Anggi begitu sapaan akrabnya lahir di Bekasi, 22 Mei 1994. Prestasinya di dunia bulutangkis memang cukup membanggakan, beberapa kali ia mampu berdiri di podium tertinggi pergelaran Djarum Sirkuit Nasional. Sedangkan salah satu prestasi terbaiknya adalah menjadi runner-up di BWF World Junior Championships 2011 bersama Shella Devi Aulia.

Anggia merupakan putri sulung di keluarganya, ia memiliki seorang adik bernama Vionia Merryn Awanda. Rasa penasaran saya akan sosok Anggia membuat saya tertarik untuk mencari informasi tentang Anggia melalui adiknya. Menurut Vion, kakaknya itu memang suka bermain bulutangkis sejak kecil. Anggi kecil sering mengajak teman-temannya bermain bulutangkis. Hal itulah yang membuat kedua orangtuanya memasukkan Anggia kecil ke sebuah klub bulutangkis. Meskipun kedua orangtuanya tidak memiliki latar belakang atlet, namun kedua orangtua Anggi begitu mendukung karier sang putri. Ketika duduk di kelas 1 sekolah dasar, Anggi bergabung ke sebuah klub bulutangkis bernama PB. Bina Pratama.

Melihat prestasinya yang kian membaik, ketika duduk di kelas 1 SMP Anggi pun berlabuh ke klub bulutangkis yang sudah berhasil mencetak atlet-atlet handal Indonesia bernama PB. JAYA RAYA. Anggia bermain rangkap, baik di sektor tunggal maupun ganda. Namun lambat laun kepiawaian Anggi di nomor ganda lebih terlihat sehingga membuatnya lebih fokus untuk bermain di sektor ganda. Terbukti, bersama Shella Devi Aulia, Anggi mampu mempersembahkan sebuah medali perak untuk Indonesia di BWF World Championships 2011. Kini Anggi bermain di nomor ganda putri bersama Della Destiara Haris.

Sosok Anggi yang terlihat gahar di lapangan ternyata tidak berlaku ketika ia berada di luar lapangan. Atlet yang mengidolakan sosok superman itu ternyata merupakan atlet yang begitu dekat dengan keluarganya, terutama dengan Vion adiknya. Meskipun jarang bertemu karena Anggi harus tinggal di asrama, namun layaknya adek dan kakak Vion dan Anggi pun begitu dekat. Menurut Vion, Anggi merupakan sosok kakak yang baik, nggak pelit, tapi kadang suka ngeselin. Vion mengaku, sesekali ia merasa kangen dengan sang kakak, apalagi kalau Anggi sedang bertanding ke luar negeri yang memakan waktu lama. Untuk melepaskan rasa kangennya, kedua kakak beradik yang wajahnya begitu mirip ini sering berkomunikasi via Skype.


Ketika sedang ada waktu luang, kedua kakak beradik yang sama-sama mengidolakan sosok penulis muda berbakat Raditya Dika ini sering menghabiskan waktu untuk makan bersama di luar, menonton film, atau sekedar jalan-jalan dan curhat-curhatan. Vion mengaku senang dan bangga memiliki kakak seperti seorang Anggia Shitta Awanda. Harapan terbesar Vion adalah agar sang kakak dapat menjadi juara dunia secepatnya. Vion juga berharap agar Anggi tetap menjadi pribadi yang rendah hati, nggak pelit, dan makin bisa diajak kerjasama dengannya (kerjasama apa hayo? Hehehe). Selain dekat dengan sang adik, Anggi juga dekat sekali dengan mami papi nya. Rendang dan dendeng buatan sang mami pun masih menjadi makanan favoritnya. Sama halnya dengan anak-anak lain, Anggi juga sering bermanja-manjan dengan kedua orangtuanya ketika sedang berada dirumah. Menurut penuturan Vion, Anggi pun tidak merasa malu dicium orangtuanya di depan banyak orang. Padahal banyak kan, orang yang suka malu-malu gitu kalau dicium orangtuanya hehehe

Dengan usia yang baru menginjak 19 tahun, tentu kita semua berharap agar Anggia kelak dapat mengekor prestasi senior-seniornya dan dapat menjadi atlet Indonesia yang menorehkan prestasi membanggakan di tingkat Internasional. Sukses terus Anggi, jangan pernah berhenti berusaha untuk menjadi yang terbaik. Bawa harum nama Indonesia dan bawa merah putih berkibar dengan gagah di negeri orang. aminnn. #SalamRaket


Senin, 25 November 2013

Lana Adriana Sarah: Tidak Ada Kata Terlambat


Lana Adriana Sarah: Tidak Ada Kata Terlambat
( Oleh: Erlin T. Wulandari )


Lana Adriana Sarah merupakan seorang atlet putri jebolan sekolah khusus olahragawan Ragunan. Lana, begitu sapaan gadis berambut cepak itu lahir Jakarta, 10 Februari 1995 itu kini bermain di sektor ganda putri bersama Maria Natalia Kartika Mainaky.

Berbeda dengan atlet lain yang sudah menekuni bulutangkis sejak usia yang begitu dini, Lana mengaku baru bermulai bermain bulutangkis ketika duduk di kelas 6 SD. Bahkan ia menyebut dirinya sendiri “atlet telat”. Lana mulai menyukai bulutangkis dikarenakan “ikut-ikutan” tetangga bermain bulutangkis. Lana mengaku keluarganya sama sekali tidak ada latar belakang atlet. Meskipun demikian, keluarga mendukung Lana untuk serius menekuni olahraga tepok bulu angsa itu.

Lana mulai magang di SMP Ragunan ketika ia duduk di kelas 2 SMP, kemudian ketika duduk di kelas 3 SMP ia baru resmi menjadi atlet ragunan hingga tamat SMA. Setelah lulus dari SMA, kini Lana bergabung di Focus badminton club. Klub bulutangkis dibawah binaan pelatih bertangan dingin Richard Mainaky.
Gadis penyuka paru goreng itu mengaku pernah berada di titik jenuh dengan aktifitas keolahragaan yang begitu menyita waktu dan tenaga. Namun Lana mengaku, suntikan motivasi orangtuanya lah yang membuatnya tetap semangat untuk bangkit. 

Ditanya mengenai atlet idolanya, ternyata Lana mengidolakan sosok pebulutangkis asal China bernama Yu Yang. Permainan Yu Yang yang begitu memukau dan susah dikalahkan lawan-lawannya merupakan alasannya mengidolakan atlet bertubuh gempal itu. Ketika ditanya atlet dalam negeri, ternyata Lana mengidolakan sosok pemain senior spesialis nomor ganda Vita Marissa.

Dari sekilas profil Lana Adriana Sarah tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa tidak ada kata terlambat untuk memulai suatu hal. Untuk adek-adek yang ingin menjadi atlet bulutangkis, nggak ada alasan lagi ya untuk tidak mau jadi atlet karena merasa sudah kalah start alias telat. Tetap semangat untuk memajukan perbulutangkisan tanah air #SalamRaket

” Tidak ada kata terlambat bagi orang yang mau berusaha dan jangan pernah dengar kata-kata orang yang berusaha menghambat kamu untuk maju “
(Lana Adriana Sarah)


Note: Terimakasih untuk wawancara singkatnya Lana

Minggu, 10 November 2013

Profil Andrew Susanto



Andrew Susanto merupakan seorang atlet tunggal putra yang juga merupakan putra semata wayang dari mantan atlet bulutangkis Indonesia bernama Hermawan Susanto dan Sarwendah Kusumawardhani. Pasangan Sarwendah dan Hermawan merupakan atlet yang gemilang di era tahun 1990-an. Prestasi tertinggi Sarwendah ialah menjadi juara dunia pada tahun 1990 setelah mengalahkan rekan senegaranya Susi Susanti. Sedangkan Hermawan, merupakan seorang atlet tunggal putra yang berhasil meraih medali perunggu pada Olimpiade Barcelona 1992. Kedua pasangan atlet bulutangkis tersebut memiliki seorang putra bernama Andrew Susanto. Melalui pesan singkat di Blackberry Messenger, Andrew bercerita panjang lebar mengenai perjalanan karier bulutangkisnya. Andrew mengaku tertarik untuk bergelut di dunia bulutangkis karena ingin meneruskan perjuangan kedua orangtuanya. Mulai bermain bulutangkis sejak umur 5 tahun, kemudian orangtuanya memasukkan Andrew ke klub PB. Mei, klub tersebut juga merupakan klub sang ibu Sarwendah semasa kecil.Ketika ditanya mengenai apakah kedua orangtua mendukung keinginannya terjun di dunia bulutangkis Andrew menjawab:
“Mendukung kok, tapi mama pengen aku sekolah tapi aku tetep nggak mau. Aku pengen jadi atlet kaya dia. Pokoknya aku berusaha dulu, masalah jadi atlet apa enggaknya Tuhan sudah menentukan” jawabnya.
Kejuaraan yang paling berkesan bagi Andrew adalah ketika ia berhasil menjadi juara Australia Junior 2013. Ketika ditanya alasannya, Andrew mengaku setelah tidak bergabung bersama PB. Djarum, Andrew harus merasakan bagaimana repotnya mengurus visa sendiri kalau bermain ke luar negeri. Namun semuanya terbalaskan ketika ia berhasil berdiri di podium tertinggi turnamen itu. Andrew menambahkan meskipun Indonesia hanya mengirim satu atlet putra dan satu atlet putri, namun ia mengaku bangga karena ia bisa mempersembahkan satu emas untuk Indonesia.
Andrew yang lahir di Jakarta 27 Juli 1996 ini berharap kelak ia dapat menjadi pemain dunia, dan bisa meneruskan semua medali yang pernah diraih oleh kedua orangtuanya dan cita-cita terbesarnya ialah ia ingin mengibarkan berdera merah putih di ajang olimpiade dan kejuaraan dunia. Never stop dreaming begitulah motto hidupnya, semoga semua cita-cita Andrew dapat tercapai. Mari kita doakan bersama-sama.

Sabtu, 02 November 2013

Profil Jauza Fadhila Sugiarto




newest pict of me and Jauza, 2015.



Jauza merupakan atlet remaja yang namanya kian meroket berkat prestasinya di Djarum Sirkuit Nasional. Pribadinya yang ramah menyapa siapapun yang menyapanya di jejaring sosial membuat semakin digemari. Kesan pertama saat saya bertemu Jauza adalah anaknya lucu. Meskipun di foto terlihat dewasa karena postur tubuhnya yang bisa dibilang bongsor, namun suara Ocha begitu sapaan akrabnya tidak bisa menipu. Suaranya masih seperti anak kecil hahaha.

Selama perhelatan Djarum Sirkuit Nasional Yogyakarta Open 2013, saya jadi intens ketemu dan ngobrol bersama Jauza. Ya pada awalnya memang pertemuan kami berawal karena saya menemani teman saya mewawancarainya untuk keperluan tugas. Eeh melihat sosoknya yang polos dan ramah, jadi semakin tertarik mengenal Ocha lebih dekat.

Kala itu Jauza bercerita mengenai awal mula ia terjun di bulutangkis. Ia menuturkan bahwa faktor keluarga lah yang menggiringnya menjadi tertarik dengan olahraga itu. Ayahnya Icuk Sugiarto dan Ibu nya Nina Yaroh merupakan mantan pebulutangkis, sang kakak Tommy Sugiarto juga merupakan seorang pebulutangkis. Oleh karena itu Jauza memang sudah mengenal olahraga bulutangkis di usia yang begitu dini, hingga di usia 7 tahun ia mulai fokus untuk berlatih bulutangkis.

Ditanya mengenai kedekatannya dengan sang papa, Jauza mengaku tidak terlalu dekat dengan papanya. Karena kesibukkan papanya membuatnya bahkan jarang bertemu dengannya. Bagi Jauza, sosok sang papa merupakan sosok ayah yang begitu tegas dan disiplin, terutama dalam hal bulutangkis. Hal itu yang kadang membuat Jauza merasa tidak nyaman bila sang papa menonton pertandingan yang ia ikuti. Karena jika ia bermain jelek, ia akan dimarahi oleh papanya.

Jarak usianya dengan kedua kakaknya yang begitu jauh juga membuat Jauza tidak terlalu dekat dengan kakak-kakaknya, apalagi kakaknya yang pertama sudah menikah. Jauza mengaku lebih dekat dengan sang mama. Dan sebagai informasi, kakak pertama Jauza kak Nastassia dan kakak iparnya Jauza itu bekerja di Kemenpora, jadi bisa dibilang semua keluarga berkarier di dunia olahraga.

Ditanya mengenai karier, target terdekat Jauza adalah ia ingin sekali masuk Pelatnas. Dan setelah masuk Pelatnas, ia ingin menjuarai turnamen-turnamen Internasional, dan bahkan menjadi juara dunia di usia muda seperti idolanya Ratchanok Intanon. Saat ini Jauza bermain di dua nomor, yaitu tunggal putri dan ganda putri. Namun prestasinya di nomor ganda lebih bersinar. Tetapi Jauza menuturukan bahwa ia sebenarnya lebih senang bermain di nomor tunggal, namun ia menambahkan di nomor tunggal persaingannya lebih ketat. Ia mengaku, malah justru pelatihnya akan mencobanya untuk bermain di nomor ganda campuran.

Ditanya mengenai makanan favorit, Jauza sempat bingung dan sejenak berpikir, kemudian ia menjawab "rendang". Begitu pula dengan minuman favorit, ia bepikir lama sekali sampai akhirnya berkata "susu".

Mengenai hobby, Jauza mengaku senang mendengarkan musik. Jauza juga senang mengoleksi benda-benda berbentuk Stitch. karena ia sangat menyukai karaktet Stitch.

Begitulah sedikit ulasan profil seorang pebulutangkis muda Jauza Fadhilla Sugiarto. Semoga karier Jauza dapat terus bersinar! Good luck Jauza!



Nama Lengkap: Jauza Fadhila Sugiarto
Nama Panggilan: Jauza, Josa, Ocha.
TTL:Jakarta, 16 April 1999
Mulai bermain bulutangkis: Usia 7 tahun
Klub: PB. Pelita Bakrie, Pelatprov DKI
Makanan Favorit: Rendang
Minuman Favorit: Susu
Bermain: Tunggal putri dan ganda putri bersama Apriani Rahayu
Orangtua: Icuk Sugiarto/Nina Yaroh
Kakak: Nastassia Octaviani Sugiarto, Tommy Sugiarto.
Atlet Idola: Ratchanok Intanon
Warna favorit: Biru
Karakter favorit: Stitch
Musik: One Direction, Big Bang
Jejaring social: twitter @jauzafadhilla, instagram: @jauzafadhilla09






Kamis, 31 Oktober 2013

Rekam Jejak Karier Bulutangkis Variella Aprilsasi Putri Lejarsari







Bulutangkis..

Bulutangkis merupakan salah satu olah raga yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia. Dari anak kecil sampai lansia pun senang sekali memainkan olah raga tepok bulu itu. Apalagi bulutangkis merupakan cabang olahraga yang paling sering mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional. Banyak atlet Indonesia yang duduk di jajaran atlet top dunia. Dari turnamen besar sekelas Olimpiade maupun Kejuaraan Indonesia, Indonesia memang sudah menorehkan tinta emas. Bulutangkis memang juga menjadi olahraga kebanggan bangsa.

Berbicara mengenai atlet bulutangkis, bagi anda yang awam tentang dunia perbulutangkisan mungkin hanya tau nama-nama besar seperti Susi Susanti, Taufik Hidayat, Alan Budikusuma, dll. Atlet-atlet yang saya tulis diatas saat ini sudah gantung raket, dan mulai digantikan generasi penerusnya. Banyak atlet-atlet muda yang memiliki potensi besar untuk menjadi “bintang” lapangan. Dan salah satu dari atlet muda itu adalah Variella Aprilsasi Putri Lejarsari. Bagi anda yang mengaku pecinta bulutangkis, anda tentu sudah pernah mendengar nama tersebut.

Variella Aprilsasi Putri Lejarsari atau yang kerap disapa Lala, lahir di Malang pada tanggal 6 April 1990. Variella kini berpasangan dengan atlet senior spesialis nomor ganda Vita Marissa. Vita dan Variella memang belum genap berpasangan selama satu tahun, namun record pertandingan mereka bisa dibilang cukup bagus. Bahkan di bulan April lalu, mereka berdua berhasil menyabet gelar juara di turnamen Australia Grand Prix Gold 2013. Gelar juara itu cukup berkesan bagi Variella, karena gelar juara tersebut merupakan kado ulangtahun yang ia berikan untuk dirinya sendiri.

Dan, genap sebulan yang lalu turnamen Indonesia Grand Prix Gold digelar di kota saya, Daerah Istimewa Yogyakarta. Variella dan pasangannya, Vita Marissa tak absen mengikuti turnamen tersebut. Namun sayangnya, mereka harus mengakui keunggulan ganda putri China dan harus puas menjadi semifinalis saja. Jujur, saya baru pertama kalinya melihat permainan Variella secara langsung ketika ajang Indonesia Grand Prix Gold lalu. Dan saya cukup terkesan dengan permainan Variella yang berperan sebagai penggebuk di tim nya. Dari segi postur Variella terbilang cukup tinggi, badannya gagah dan berambut cepak.
Lalu, pada hari Senin 30 September2013, saya berkesempatan untuk menemui Variella di hotel tempatnya meningap selama di Jogja. Kala itu saya ingin menanyakan padanya tentang suka duka menjadi atlet professional (non pelatnas), sebenarnya saya ingin mewawancari Variella dan Vita namun ternyata Vita Marissa sedang pergi ke tempat temannya.

Berbicara mengenai karier, Variella mengaku sudah mengenal bulutangkis sejak kecil. Keluarganya tidak ada background bulutangkis, hanya saja sang Papa memiliki lapangan bulutangkis dan dari situlah ia mulai akrab dengan olah raga tepok bulu itu. Kariernya dimulai ketika Variella masuk ke PB. Djarum di Kudus. Disana dia bermain sebagai pemain tunggal putri. Namun Variella menyebutkan kalau ia tak betah disana, dan memutuskan keluar sekitar tahun 2008. Tak lama setelah keluar dari PB. Djarum, Variella mendapat tawaran untuk memperkuat tim bulutangkis Turki. Mendengar tawaran itu, Variella pun mau menerimanya. Dan bergabung sebagai tim bulutangkis Turki. Variella ikut memperkuat tim bulutangkis Turki di turnamen tingkat Eropa dan lainnya. Hanya saja tak lama setelah itu ia diminta untuk menjadi warga negara Turki dan ia menolaknya. Kemudian ia memutuskan untuk kembali ke tanah airnya Indonesia pada tahun 2009.
Pulang dari Turki, Variella bergabung dengan klub Suryanaga. Dari situlah ia mengikuti seleknas dan akhirnya resmi menjadi atlet binaan PBSI di Pelatnas Cipayung. Tak lagi bermain tunggal, Variella sempat berpasangan dengan Lita Nurlita dan Jenna Gozali. Namun, di Pelatnas ia merasa kalau nasibnya di “gantungkan” dan akhirnya memutuskan untuk keluar dari Pelatnas dan memilih berkarier secara profesional.

Ketika saya tanya tentang pemasangannya dengan Vita Marissa. Ia menjawab kalau dia memang sudah kenal dengan Ci Vita, dan sering latihan bersama. Lalu, mereka berkomitmen dan mencoba peruntungan untuk bermain di nomor ganda putri bersama. Lalu saya juga tak lupa menanyakan tentang suka dukanya menjadi atlet profesional. Variella mengaku ia ketika masih di Pelatnas ia mendapat “beban” yang cukup berat, dan nasibnya seakan abu abu. Berbeda dengan ketika berkaries profesional, ia mengaku lebih dapat bermain lepas. Masalah mencari sponsor sendiri juga bukan hal begitu ia pusingkan, menurutnya kalau seorang atlet berprestasi sponsor itu akan datang sendirinya. Selain itu kalau bermain secara profesional, atlet dapat menerima panggilan negara lain untuk memperkuat tim nya. Sehingga dapat menambah income mereka, berbeda dengan atlet pelatnas yang tidak diijinkan untuk itu.

Variella sendiri pernah memperkuat tim negara Turki, Bahrain dan New Zealand. Lalu ketika saya tanya tentang fasilitas pelatnas PBSI dibandingkan pelatnas negara sana. Ia mengaku fasilitas di PBSI tidak kalah, malah dapat dikatakan lebih baik. Hanya saja kalau mengenai gaji, negara luar tersebut lebih menjajikan. Menurut Variella, semuanya memang ada kurang lebihnya.

Seperti itulah kira-kira hasil wawancara singkat saya dengan Variella Aprilsasi Putri Lejarsari. Semoga Variella dan siapapun pasangannya kelak akan menjadi atlet yang senantiasa berprestasi dan menjadi atlet kebanggaan bangsa Indonesia.
Maju terus bulutangkis Indonesia!!!

Indonesia Bangga Memilikimu Liliyana Natsir



Liliyana Natsir…
Pemain bulutangkis putri kebanggaan Indonesia ini lahir di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 9 September 1985. Liliyana Natsir merupakan anak bungsu dari dua bersaudara, putri pasangan Beno Natsir dan Olly Maramis atau Auw Jin Chen. Kakaknya, Kalista Natsir merupakan seorang dokter.
Perjuangan Liliyana hingga bisa mendaki tangga kesuksesan tentu melalui perjuangan panjang. Tetesan peluh keringat, bahksan tetesan air mata menjadi bagian dari sukses kariernya saat ini. Keluarga Liliyana tidak memiliki background bulutangkis, ayah ibunya seorang pengusaha di Manado. Kecintaannya akan bulutangkis bermula saat ia sering bermain bulutangkis di halaman rumahnya. Melihat bakat sang anak, kedua orangtuanya lalu memasukkan Liliyana ke klub bulutangkis PB. Pisok Manado saat ia berumur 9 tahun. Disana bakat bulutangkis Liliyana kian terasah, namun kedua orangtuanya berpendapat kalau anaknya tetap di Manado, karier Liliyana tak akan bisa berkembang.

Kedua orangtua Liliyana memberikan opsi kepada sang putri, apakah ia ingin melanjutkan sekolah atau fokus mengejar karier di dunia bulutangkis. Karena, menurut orangtuanya, jika ia kekeuh melakukan keduanya beriringan, hasilnya tidak akan bagus. Lalu ketika Liliyana mantap memilih untuk fokus mengejar karier di bulutangkis, kedua orangtuanya mengirim Liliyana ke Jakarta untuk bergabung bersama klub PB. Tangkas. Liliyana yang saat itu baru berusia 12 tahun, harus belajar hidup mandiri. Padahal ia dikenal sangat dekat dengan orangtuanya, terlebih kepada sang mama. Bahkan banyak yang menyebutnya “anak mama”. Ketika sang mama akan kembali ke Manado, Liliyana kecil selalu menangis. Sehingga sang mama merasa iba, dan tak tega melihat putri kecilnya hidup sendiri di perantauan. Dan akhirnya, sang mama memutuskan untuk tinggal lebih lama di Jakarta dengan kos di daerah sekitar asrama PB. Tangkas agar ia dapat menjenguk sang putri sewaktu-waktu. Ya 3 bulan lamanya sang ibu rela meninggalkan sang suami dan putri sulungnya, untuk dapat menemani si bungsu Liliyana. Betapa luar biasanya perjuangan Auw Jin Chen kepada anak kesayangannya. Hingga akhirnya tiga bulan itu berlalu, Jin Chen harus sedikit egois. Ia harus melapangkan hatinya, kali ini tangisan Liliyana tak dihiraukannya. Ia ingin putrinya tumbuh jadi anak yang mandiri dan bermental baja, ia pun kembali ke Manado dengan kontroversi yang melandanya. Tak tega memang meninggalkan Liliyana, tetapi keputusan itu harus ia ambil, demi masa depan Liliyana.
Di asrama, Liliyana kerap menangis ketika merindukan keluarganya. Teman-temannya yang kala itu di dominasi warga suku Batak lalu memberi julukan padanya “Butet”. Karena kata mereka, orang yang seperti Liliyana itu kalau disana dipanggil “Butet”. Nama itulah yang kini melekat dengan sosok Liliyana Natsir, semua orang kini memanggilnya dengan julukan Butet.

Prestasi Butet bersama klubnya kian cemerlang, dan membawanya masuk ke Pelatnas PBSI di Cipayung pada tahun 2002. Butet memang dikenal sebagai pemain ganda, baik ganda putri maupun ganda campuran. Butet mengawali kariernya dengan bermain di sektor ganda putri, namun prestasinya dirasa kurang baik dan pelatihnya saat itu Richard Mainaky menawarinya untuk mencoba peruntungan bermain di sektor ganda campuran bersama Nova Widianto. Bersama Nova, karier Butet begitu cemerlang. Butet dan Kedeng (nama panggilan Nova Widianto) berhasil menduduki podium tertinggi Kejuaraan Bulutangkis dunia pada tahun 2005 dan 2007. Ya, dua kali kejuaraan dunia pernah ia raih bersama Nova. Tak hanya itu, Butet dan Nova juga banyak mengoleksi medali dari berbagai turnamen nasional maupun internasional. Butet dan Nova juga menduduki peringkat 3 besar BWF dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada tahun 2008, Butet dan Nova juga menyumbangkan medali perak untuk squad merah putih di ajang Olimpiade Beijing. Meski gagal memenuhi target medali emas, namun Butet dan Nova merasa bersyukur atas prestasi yang diraihnya.
Nama Butet juga semakin bersinar kala gelaran Thomas dan Uber Cup yang berlangsung di Jakarta. Butet yang saat itu berpasangan dengan Vita Marissa turut mengantar tim merah putih lolos ke babak final, meski pada akhirnya harus takluk di tangan tim negeri tirai bambu China. Usai pergelaran Thomas Uber Cup, Butet dan Vita pun tampil cemerlang pada turnamen Indonesia Open 2008, keduanya berhasil mempersembahkan medali emas untuk Indonesia setelah di final berhasilnya menaklukkan pasangan ganda putri Jepang.
Ingin fokus di sektor ganda campuran, Butet kemudian bercerai dengan Vita Marissa. Bersama Nova, Butet pun tak absen mengikuti turnamen-turnamen bergengsi Internasional. Hingga akhirnya Nova Widianto memilih gantung raket, dan kemudian Pelatnas memasangkan Butet dengan pemain muda Tontowi Ahmad. Pelan tapi pasti, Butet dan Owi mulai menorehkan prestasi yang membanggakan. Bersama Tontowi, Butet berhasil meraih gelar juara secara berturut-turut di ajang bergengsi All England. Butet dan Owi bahkan meraih juara selama 3 kali berturut-turut di ajang India Open, dan puncaknya adalah ketika mereka berdua berhasil meraih gelar juara di Kejuaraan Dunia bulutangkis yang di gelar di Guangzhou, China, bulan Agustus lalu.
Butet tampak begitu senang, hingga tak menyadari bahwa air mata itu menggenangi matanya, ketika lagu kebangsaan Indonesia Raya di kumandangkan. Ini merupakan gelar juara dunia pertamanya selama berpasangan Tontowi Ahmad, namun ini juga merupakan jelar juara ke TIGA nya di ajang bergengsi BWF World Championships.

Entah berapa banyak medali yang tersimpan dirumahnya, mungkin bisa jadi ratusan medali pernah ia dapatkan selama belasan tahun kariernya di dunia bulutangkis. Dengan segudang prestasi yang ditorehkannya, Liliyana layak dikatakan pahlawan bulutangkis Indonesia. Dikuti dari portal resmi bulutangkis Indonesia, Ketua Umum PB. Tangkas, Justian Suhandinata menyebutkan bahwa Liliyana Natsir patut dijadikan teladan bagi para pemain muda. Kerja keras dan segala pengorbanan yang Liliyana lakukan, harus dicontoh oleh para pemain muda. Justian tentu mengenal Butet ketika ia masih belia, dan Justian kini juga dapat melihat secara langsung buah manis dari perjuangan yang dilakukan seorang Liliyana Natsir. Namanya kini begitu harum, ukiran prestasi yang ia persembahkan bagi bangsa dan negara sungguh layak diapreasi. Namun, Liliyana Natsir dan begitu pula atlet lainnya tetaplah manusia biasa. Mereka juga bisa kalah, ia juga bisa melakukan kesalahan. Namun janganlah kalian menghinanya, karena jika anda menghina mereka disaat mereka kalah, jangan sekali-kali anda ikut bersorak ketika mereka menang.

Ya, Liliyana kini memang telah menjadi “bintang” di lapangan. Namanya begitu di elu-elukan oleh Butetholic, sebutan bagi fansnya. Di setiap pertandingan, banyak orang yang meneriak-neriakkan namanya. Butet kini tak lagi menjadi anak kecil yang cengeng ketika rindu mamanya. Butet kini menjelma menjadi sosok idola remaja, kisah hidupnya begitu menginspirasi. Butet memang layak di sebut legenda hidup bulutangkis Indonesia. Dan saya yakin, jika negara ini bisa berbicara, maka saya yakin Indonesia dengan lantang akan berkata: Indonesia bangga memilikimu, Liliyana Natsir!
Salam raket dan cintai bulutangkis Indonesia!
referensi: badmintonindonesia.org, antaranews.com dan jawaban.com

Mengenal Sosok Muhammad Bayu Bangisthu



Penyelenggaraan Indonesia Grand Prix Gold 2013 kemarin begitu membekas di hati saya. Pasalnya setelah sekian lama menggemari olah raga tepok bulu angsa itu, saya baru berkesempatan menonton pertandingan bulutangkis level Internasional pada saat Indonesia Grand Prix Gold 2013. Senang rasanya ketika melihat para atlet yang tadinya hanya dapat saya lihat melalui lacar kaca dapat kita lihat secara langsung. Dan, kala itu mata saya tertuju pada seorang pemain muda berparas tampan bernama Muhammad Bayu Pangisthu.
Jujur, inilah kali pertama saya melihat sosok Bayu secara langsung. Dengan skill yang memadai,wajah rupawan dan postur tubuh yang tinggi membuat siapapun wanita mudah jatuh hati padanya. Ya, parasnya yang menyerupai bintang Korea mampu membius hati para Badminton Lovers Indonesia. Hal itu pula yang membuat saya penasaran akan sosok seorang M. Bayu Pangisthu. Hingga proses pengintaian itu saya dan teman saya lakukan. Hingga akhirnya, saya berhasil mewawancarai singkat kakak Bayu, bernama Rury Octari Dinata melalui social media bertajuk LINE.
Muhamaad Bayu Pangisthu lahir di Medan, 24 Februari 1996. Menurut Rury Octari, keluarga mereka tidak ada latar belakang bulutangkis. Ketika ayahnya ditugaskan ke kota Jogja, Bayu yang saat itu masih duduk di TK sudah mulai mengenal bulutangkis. Kala itu bayu sudah mencoba-coba memegang raket. Namun Bayu belum berencana menekuni olahraga bulutangkis karena ia masih senang bermain sepak bola. Lalu ketika pindah lagi ke Medan, saat itu Bayu duduk di kelas 3 SD. Dan di sekolahnya sedang gencar-gencarnya diterapkan sistem ekstrakulikuler. Nah, dari situ Bayu memilih untuk masuk ekskul bulutangkis di sekolah. Dari situlah bakat Bayu mulai tampak. Guru olahraganya berkata pada orangtua Bayu kalau Bayu memang punya bakat bulutangkis. Menurut sang kakak, Bayu kecil diajak gurunya mengikuti lomba bulutangkis antar sekolah dan hasilnya sangat menggembirakan. Ya, Bayu memenangkan pertandingan itu sampai akhirnya ia direkomendasikan untuk mengikuti latian rutin bulutangkis.Lama menjalani latian privat, Bayu pun akhirnya masuk ke salah satu klub bulutangkis di Medan.
Lalu, pada tahun 2009 Djarum mengadakan seleksi beasiswa bulutangkis. Dengan tekadnya yang sudah kuat, Bayu mengikuti seleksi itu dan setelah melalui beberapa tahap seleksi akhirnya ia lolos dan resmi menjadi atlet binaan PB. Djarum di Kudus. Sang kakak menambahkan dari dulu Bayu memang sudah mempunyai cita-cita dan mimpi. Setiap kali pulang latihan atau ketika ingin berangkat latihan, waktu mandi dia selalu bernyanyi dengan lirik “djarum rumahku….pelatnas tujuanku…”. Lirik yang sering ia nyanyikan itu ternyata berbuah manis, kurang lebih setahun yang lalu Bayu resmi menjadi atlet yang mendiami Pelatnas Cipayung. Nah, buat adek-adek junior, boleh tuh meniru cara kak Bayu. Menyanyikan mimpi dan cita-citanya, siapa tau mimpi yang dinyanyikan bisa terwujud.
Setelah membicarkan sepenggal perjalanan karier Bayu, saatnya kita mengenal pribadi Bayu lebih dekat. Menurut sang kakak, Bayu itu sosok anak yang jail dan usil sekali. Kakaknya menambahkan kalau tidak wajar rasanya kalau tidak ada suara jeritan, disaat Bayu berada dirumah. Tetapi sekarang Bayu sudah tumbuh menjadi anak yang mandiri, secara pemikiran dia lebih dewasa. Berbeda dengan dulu, Bayu kecil merupakan sosok yang manja, makan saja harus disuapin dan apa-apa harus disedian ibu. Selain itu Bayu itu orangnya royal, tidak pandang bulu siapa saja yang datang kerumah pasti dibeliin makanan. Lalu, setiap pergi kemana saja, Bayu selalu membawa buah tangan. Anak kedua dari 3 bersaudara ini juga merupakan sosok yang begitu dekat dengan keluarga. Meskipun setelah memutuskan masuk ke PB. Djarum dan masuk Pelatnas intensitas bertemu dengan keluarganya tentu berkurang. Namun ia terus menjalin komunikasi dengan keluarganya
Selain bulutangkis, Bayu ternyata juga memiliki hobby lain. Beberapa diantaranya adalah futsal, sepak bola, main playstation, dan nyanyi di kamar mandi. Kalau urusan makanan, Bayu memiliki banyak sekali makanan favorit seperti nasi padang, ikan sambel, dendeng balado, rendang, sate kerang, kerang rebus, sayur asem dan sate padang. Wah, banyak sekali makanan favoritnyaaaa…
Mengenai status, kata sang kakak saat ini Bayu masih jomblo. Namun keluarganya malah mendukung status jomblonya Bayu, keluarga beranggapan dengan statusnya yang jomblo, Bayu jadi lebih bisa fokus sama karier bulutangkisnya. Nah, buat yang mau daftar jadi pacarnya Bayu, sabar yah. Biarkan Bayu fokus mengejar cita-citanya dulu.
Demikian, sepenggal kisah mengenai Muhammad Bayu Pangisthu. Semoga menambah wawasan anda mengenai sosoknya. Doakan saja, semoga karier Bayu kian cemerlang. Dan dapat mengekor prestasi seniornya, Taufik Hidayat. Sukses selalu Bayu, masa depanmu masih panjang. Terus berjuang untuk mengharumkan nama Indonesia ya!
Note: Big thanks to Kak Rury Octari Dinata atas waktunya.